Jumat, 25 Februari 2011

PAMER AMAL VS PAMER MAKSIAT

Asy Syifa’s note: 24 februari 2011

Dengan menjamurnya ”kegilaan” pada jejaring sosial, tak jarang manfaat yang kita peroleh darinya, namun tidak sedikit juga madharat atau paling tidak kesia-siaan disana. Dua madharat diantaranya adalah pamer amal en pamer maksiat.

PAMER AMAL
Mengajak orang berbuat baik en meninggalkan maksiat, ”beramar ma’ruf nahiy munkar” atau istilah kerennya ”dakwah” adalah baik, sangat baik bahkan. Dan jejaring sosial (JS) dapat dijadikan salah satu fasilitas. Agar JS tidak melulu berisi kesia-siaan atau bahkan maksiat.

Namun berdakwah fia JS bukan berarti dengan memperdengarkan (baca: memperbacakan, he2) amal-amal kita bukan? Rasanya cukuplah kita mentag catatan atau mungkin sekedar menulis status berisi nasehat2, memberi alamat web/blog yang ”bagus”, ngasih info2 kajian, seminar/workshop etc lah pokoknya bermanfaat.

Rasa-rasanya tidak perlu kita menulis ”mau tahajud nih, yuk tahajud”, ”tilawah dulu ah”, atau kalimat2 semacam itu. Apakah perlu amal2 kita, kita ceritakan pada orang lain? hati2 riya’ merasuk. Bukankah lebih baik sebisa mungkin amal2 kita tidak diketahui orang lain, untuk menjaga keikhlasan kita. Kalaupun ada orang yang tahu -tanpa kesengajaan kita memperdengarkan or memperlihatkan- Insya Allah tak masalah, asal kita tetap bisa menjaga keikhlasan kita. Tapi kalau kita jelas2 menulis seperti kalimat2 diatas, apa bisa dikatakan tanpa unsur kesengajaan?...

Mari belajar dari cucunda Fatimah –wanita penghulu surga- dan cicit Rasulullah saw –manusia paling mulia sepanjang sejarah-, Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali ra, banyak orang mengatainya kikir. Padahal dia menghidupi tak kurang dari 100 orang di Madinah dan memanggul sendiri bahan makanan ke rumah orang2 di malam hari, tanpa sepengetahuan orang lain. Hal ini baru diketahui setelah beliau wafat, karena terdapat bekas di pundaknya dan orang2 tak lagi menerima santunan bahan makanan. Ya, Ikhlas, tanpa ingin diketahui orang lain, cukuplah Allah yang tahu, dan tak peduli dengan celaan orang2 yang suka mencela.

Sudahkah kita sedemikian rupa menyembunyikan amalan2 kita kawan, seperti halnya kita menyembunyikan maksiat2 kita??

Masih ingin cari perhatian? Boleh, wajib bahkan, tapi pada Allah saja ^_^

PAMER MAKSIAT
Satu hal lagi yang tak kalah penting untuk kita cermati selain pamer amal, yaitu pamer maksiat.

Buat mereka yang tidak bisa atau tidak punya nyali untuk mencaci-maki –dengan kata-kata kotor- orang yang dibencinya langsung didepan hidungnya, tak kehabisan akal, JS dijadikan alternatif, pengecutkah ini kawan?

Yang suka memakan bangkai (baca: ghibah), ketika tak menemukan partner didunia nyata untuk menggosip, beralihlah dia ke dunia maya, JS, dan tak jarang banyak yang nimbrung menanggapi, tetap seru, meski beda media.

Kawan Mungkin terkadang kita lupa, kata2 yang kita tebar di JS tidak hanya kita dan lawan bicara kita yang membaca, tapi ratusan bahkan ribuan pasang mata.

Yang tak kalah buruk, mereka yang sedang atau habis bermaksiat, yang sebenarnya tidak diketahui orang lain –alhamdulilah, Allah menutupi aibnya- eeeeh kok bisa2nya dicerita2kan, bukan hanya ke satu dua orang tapi ratusan atau bahkan ribuan orang. Berbagai macam modelnya; ”lagi berduaan ma pacar”lah –aslinya ber3, setannya ga dihitung- , ”habis nonton konser musik”lah, dan kalimat2 sejenis.

Padahal Rasul sudah mengingatkan kita untuk mmenutupi maksiat2 kita ”Jauhilah perbuatan kotor yang telah dilarang Allah. Barangsiapa tertimpa darinya, hendaklah ia menutupinya selama Allah menutupinya dan bertaubatlah kepada Allah” (HR. Hakim)

Rasa malupun seakan lenyap, padahal sebagai seorang muslim selayaknya kita memiliki rasa malu, termasuk malu membeberkan maksiat2 kita. Rasulullah saw bersabda ”Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah : Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka” (HR. Bukhori)
Kawan, jangan sampai dosa kita menjadi berlipat2 karena kita beberkan maksiat2 kita.

Sebagai manusia biasa tentu kita tidak luput dari maksiat, tapi bukan berarti maksiat itu lalu kita ekspose bukan? Lebih2 jika Allah sudah menutup maksiat itu, pantaskah kita membuka tabir itu?

Sudahkah kita sedemikian rupa menyembunyikan maksiat2 kita kawan, seperti halnya kita menyembunyikan amal2 kita??


So, manakah yang lebih baik diantara kedua hal diatas, pamer amal atau pamer maksiatkah?? Tidak perlu dijawab, karena yang terbaik diantara yang buruk, tetap saja predikatnya buruk.

Semoga kita semua –khususnya saya- semakin arif memanfaatkan JS.

Mari tutup obrolan kita dengan perkataan Ibnu Mubarak ”Aku mencintai orang-orang shalih, meski aku bukan termasuk di antara mereka. Aku benci pecandu maksiat, meskipun mungkin aku lebih buruk dari mereka.”

Love U all coz Allah ;)

TAPI SAYANG...SAYANG...SAYANG...1000 KALI SAYANG

Syifa’s note: 20 februari 2011
Miris melihat mereka yang ”salah jalan”. Dan aku pun sejenak merenung.

Ada yang ikhlas dalam amal2nya, tapi menempuh cara yang salah atau memakai alat yang salah.

Ada yang begitu ikhlas dan sungguh2 dalam ibadah2nya, mulai dari ritual sampai amal2 sholeh lainnya, tapi sayang hanya 1 kesalahan yang merusak semuanya ”syirik” yang mungkin tidak mereka sadari. Dan musnahlah semua amalnya, hilang tak berbekas bagai debu ditiup angin.

Ada yang bersemangat melakukan ritual2 ibadah, namun terjerumus dalam ”ibadah2 tambahan yang dibuat2”, bid’ah. Dan ibadah tambahannya tertolak.

Ada yang terlalu ”pintar”, hingga akalnya digunakan untuk mengutak-atik agamanya, alhasil keshahihan agama n kitab sucipun dipertanyakan.

Ada yang begitu bersemangat belajar Islam, ingin menjadi muslim seutuhnya, tapi bertemu dengan ”guru” yang salah, yang malah menyeretnya ke ajaran sesat. Yang macamnya tidak sedikit

Ada yang punya cita2 sangat mulia, gugur sebagai “syuhada”, tapi sayang dia berjihad di “medan” yang tidak tepat.

Ada yang bersemangat ”bernahiy munkar”, tapi cara yang digunakan salah. Hingga menimbulkan kemunkaran lainnya. Padahal cara menghilangkan selilit –sisa makanan di gigi- yang tepat bukanlah dengan mencongkel gigi itu.

Ada juga yang bersemangat berdakwah, tapi dengan cara2 yang salah. Padahal sukses atau gagalnya dakwah tidak dilihat dari hasil (banyaknya pengikut, terkenalnya si da’i etc) tapi dari prosesnya (ikhlas berdakwah dengan cara2 yang benar menurut syariat).

Ada juga yang beramal dengan ”cara yang benar”, tapi tidak ikhlas.
Ada yang menuntut ilmu agama dan mengajarkannya tapi hanya agar mendapat julukan ”alim”

Ada yang bersedekah dengan harta yang halal dan banyak hanya supaya dipanggil si dermawan.

Ada yang gagah berani bertempur di medan perang –Jihad- hanya untuk dikenang sebagai pemberani.

Semoga kita diselamatkan dari semua ”golongan” diatas. Semoga kita diberi hidayah untuk bisa beramal dengan ikhlas dan ittiba’ –sesuai yang dicontohkan Rasul-. Ya Allah matikanlah kami dalam keadaan muslim, dengan aqidah yang bersih dari semua unsur yang bisa mengotorinya. Amin.

Minggu, 20 Februari 2011

KETIKA HALLINTAR BERTASBIH (KHB)

Syifa’s note: 16 Februari 2011
Kejadiannya berlangsung ba’da ashar. Hanya berlangsung sekitar -/+ 1 jam , hujan deras bercampur angin kencang plus halilintar menyambar,membuat bergidik orang yang melihat. kea Tapi dampak yang ditimbulkannya lumayan, gerobak sorang pedagang ambruk, pohon tumbang menimpa sebuah rumah, tapi alhamdulilah tidak jatuh korban. Tapi di Lapangan Timika Indah (sebuah lapangan yang sering digunkan untuk macam2 kegiatan rakyat; upacara, kampanye, sholat ied etc), panggungnya ambruk dan menimpa orang2 yang kebetulan –walaupun sebenarnya, tidak ada yang kebetulan di dunia ini- berteduh disana. Atap Kios2 kecil –yang terbuat dari seng- disekitarnya beterbangan. Subhanallah.
Jadi teringat doa ketika ada halilintar ”Maha suci Allah yang halilintar bertasbih dengan memujiNya, begitu juga para malaikat, karena takut kepadaNya”
Rasa2nya kita perlu muhasabah, halilintar saja bertasbih dengan caranya sendiri, karena takutnya kepada Allah. Bagaimana pula dengan kita, manusia2 yang sering melakukan dosa, sangat sering bahkan, tidakkah kita lebih patut untuk takut kepadaNya? Tidakkah kita lebih patut takut akan azabNya?
”Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (Al A’raf: 99)
Mari bertasbih sekaligus beristighfar saudaraku. ”Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (An nashr:3)

NB: Ternyata tak cukup sehari KETIKA HALILINTAR BERTASBIH berlanjut hingga jilid 2, hari kedua tak kalah dahsyatnya. Seng2 beterbangan n pohon2 tumbang, listrik mati.

SEPOTONG MIMPI

Kawan, kita sering mendengar, membaca bahkan juga menyaksikan sendiri. Hari-hari ini banyak sekali buku2 maupun acara2 yang memotivasi kita untuk bermimpi besar n mewujudkan mimpi itu, semustahil apapun mimpi itu bagimu kini. Namun dengan usaha dan doa semua mimpi itu pada akhirnya bisa benar2 kau peluk, dengan ijin Allah tentunya. Subhanallah begitu besar kekuatan mimpi, hingga bisa memberi energi yang luar biasa, dan membuat ”sang pemimpi” berhasil menaklukkan semua rintangan yang menghadangnya selama mewujudkan mimpi2 itu. Kalau kamu suka nonton upin & ipin, disitu juga diajarkan agar kita memiliki mimpi (baca: cita-cita), he2 ketahuan suka nonton upin & ipin.

Ada seorang anak Hawa, dia pun memiliki mimpi yang tidak terlalu muluk sebenarnya, bukan sekolah di luar negeri, menjadi ahli ini dan itu atau sejenisnya. Hanya menjadi istri dan ibu, dan tinggal di sebuah kota yang disana dia bisa mengaji n sering bertemu orang2 sholeh.

Ya ”hanya” itu, impiannya. Ingin menjadi istri yang sholehah yang ketika dipandang menyenangkan, jika disuruh patuh, dan jika ditinggal pergi ia menjaga diri dan harta suaminya. Dan ketika nanti dia ”diambil”, suaminya dalam keadaan ridho terhadapnya, hingga dia diijinkan masuk surga lewat pintu mana saja yang dia suka.

Menjadi ibu, tentu naluri semua wanita. Ingin mendidik anak2nya dengan kedua tangannya sendiri, tanpa baby sitter. Menjadikan anak2nya hanya takut pada Allah.
Seperti Abdullah bin Az Zubair yang ketika Umar lewat semua anak2 lari ketakutan (subhanallah tak hanya setan,manusia pun takut pada Umar), tinggal dia seorang yang tak bergeming, ketika ditanya, dengan tegas dia menjawab ”aku tidak salah, kenapa aku takut? Toh jalannya masih luas” (kira-kira begitu redaksinya). Dan siapa di balik sang anak, ternyata orang tuanya adalah Zubair bin Awwan dan Asma’ binti Abu Bakar.

Menjadikan anaknya bangga dengan agamanya, hingga tidak perlu meniru2 tradisi kaum lain, dan bangga menggunakan atribut2 islam. Menjadikan anaknya teguh menggenggam din ini, ketika orang2 mulai meninggalkannya. Proud to be Muslim

Tinggal di sebuah kota yang disana dengan mudah dia bisa mengaji, tholabul ilmi n bertemu dengan orang2 sholeh. Bisa mengaji untuk selalu mengungatkannya pada Allah, menyirami kekeringan ruhnya, yang tidak bisa dia dapatkan di kota tempat tinggalnya sekarang –atau mungkin belum-. Bertemu orang2 semanhaj, Yang setidaknya dengan melihat wajah2 mereka saja sudah mengingatkannya akan surga.

Hmm, indah sekali rasanya mimpi2 itu. Semoga saja dia diberi kesempatan untuk mewujudkan mimpi2nya itu, amin....
25 Januari 2011