Jumat, 30 September 2011

ISLAMI YANG TAK ISLAMI??

Dalam strategi pemasaran, packaging atau pengemasan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap laris tidaknya suatu produk. Dan begitupun halnya dalam pemasaran produk maksiat dan bid’ah, seringkali packagingnya dibuat semenarik mungkin hingga berhasil mengelabui pelanggan, atau mantan pelanggan yang tadinya sudah tak mengkonsumsi produk maksiat itu, agar kembali menjadi pelanggan.





Musik islami

Ambil contoh saja, musik yang –jika kita mau jujur- hukumnya adalah haram, namun jika musik itu dikemas dengan lagu-lagu yang syairnya islami, penyanyinya memakai baju koko (laki-laki) dan berjilbab (perempuan) –dengan jilbab ala kadarnya tentu- mereka2 yang tak tahu hukum musik akan menggandrunginya. Dan seakan-akan jadilah jenis hiburan yang satu ini menjadi halal.



Bukan hanya status haramnya musik ini yang menjadi masalah, tak jarang dalam “musik islami” ini syair2nya mengandung bidah, sebut saja contohnya lagu2 shalawatan –yang lafadz shalawatnya tidak pernah diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam-, atau bahkan yang isi syairnya menyimpang.



Adapun nasyid –syair saja tanpa diiringi musik- boleh2 saja sebenarnya jika memenuhi syarat2nya, yaitu:

- Tanpa musik

- Isinya tidak menyimpang

Isinya mengajak mengingat Allah, mencintai Islam de es be. Dan tidak mengajak kepada kemaksiatan dan penyimpangan.

- Dibawah Al quran

Tidak berlebihan, cukuplah sesekali ketika jenuh atau untuk penyemangat, serta jangan sampai kegemaran pada nasyid melebihi kegemaran pada Al Qur‘an

- Cara penyampaiannya tidak seperti orang2 fasiq, misalnya dengan joget2 ga jelas.



Para sahabat pun pernah menyenandungkan syair, dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak melarangnya. Bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam pun menyenandungkan nasyid ketika sedang membangun masjid nabawi. Juga ketika menggali parit untuk perang khandaq, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahu anhum saling bersahut-sahutan nasyid.



Produk riba -dan turunannya- beserta kawan2nya.

Kalu dulu produk2 riba dijual dengan menggunakan wajah dan nama aslinya, transparan tanpa ditutup2i. Namun seiring meningkatnya kesadaran umat akan agamanya, mereka pun semakin selektif, termasuk dalam hal2 yang berbau riba.



Dan kini marak beredar produk2 “ekonomi“ yang berlabel syariah, tapi apa benar label itu mewakili substansi

sesungguhnya? Kalau kita mau menelusuri produk2 (berlabel) syariah tersebut, ternyata banyak sekali yang hanya merubah nama menjadi nama2 islami, sedangkan secara esensi akadnya tak beda dengan sebelumnya, tanaman uang yang berbunga riba.



Sebut saja diantaranya adalah produk2 perbankan berlabel syariah, yang secara nama akadnya (mudharabah, musyarakah, murabahah) adalah benar ada dalam sistem ekonomi islam, dibahas panjang lebar oleh para ulama, dan ada tuntunannya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Namun yang jadi masalah adalah jika nama itu hanya sekedar nama, tanpa penerapan yang benar. Begitupun halnya dengan KPR, asuransi, de el el yang seringkali hanya memasang label syariah.



Perayaan2 islami

Umat islam sekarang punya banyak sekali perayaan2 yang diabadikan dalam kalender dan dijadikan hari libur nasional, padahal hari raya kita sebenarnya hanya ada dua; idul fitri dan idul adha.



Sebut saja diantaranya; tahun baru hijriyah, maulid nabi, isra’mi’raj, nuzulul qur’an, de el el. Yang oleh para penggemarnya, mereka mengklaim seorang tokoh besar Islam sebagai pelopor salah satu perayaan itu. Tapi apakah benar demikian?? Kalau seandainya benar pun, bukankah semua perkataan manusia bisa diterima dan ditolak, kecuali perkataan Rasulullah shalallahu ‚alaihi wasallam??

_____

Thus, kita benar2 harus jeli dalam memilih, nama yang isami saja tak cukup, perlu kita telusuri hakikat “produk“ itu sesungguhnya. Apakah benar islami ataukah islami bohongan. Untuk itu kita perlu ilmu dan kacamata yang jernih agar tidak mudah dikelabui.



Namun jangan juga apatis terhadap segala yang berlabel syariah, jika memang benar2 syariah ya kita konsumsi, jika tidak ya buang saja.



Jangan sampai kita mengikuti jejak yahudi yang mencoba mengelabui Allah dengan mengutak-atik syariat, sehingga seakan2 yang haram tampak menjadi haram.



Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, sehingga kalian menghalalkan hal;-hal yang diharamkan Allah dengan sedikit tipu muslihat." (Riwayat Ibnu Batthah dan dihasankan oleh Ibnu Katsir serta disetujui oleh al-Albani)



Segala yang marak dan ladzim di masyarakat bukanlah dalil bahwa sesuatu itu benar menurut syariat, karena dalil benar tidaknya sesuatu adalah sesuai atau tidaknya dengan Al Qur’an dan sunnah. Sehingga ketika kebenaran sesungguhnya terungkap dihadapan kita, walaupun terasa aneh dan asing (karena kedangkalan ilmu kita) kita harus menerimanya dengan lapang dada.



Bukankah jika kita berselisih, harus dikembalikan pada Al Qur‘an dan sunnah?? Dan jika kita mengaku beriman harus menjadikan rasul sebagai pemutus perkara?? Jadi, seharusnya ada lagi alasan untuk ngeyel.



Allahu a’lam, semoga bermanfaat

MEMERAM RASA



“memeram rasa yang menyesakkan dada” kata seorang kawan. “ha3, sejak kapan kau jadi melankolis begitu kawan??” jawabku



Dari mana ya saya memulainya. Susah memang jika sudah menyangkut perasaan. Tak perlulah kita “menggangu” orang yang mungkin kita suka atau sekedar “enjoy” jika dekat dengannya, bukannya apa2, bisa jadi niat kita yang hanya sekedar iseng menjadikan dia GR, dan mengakibatkan runtuhnya pertahanan hati seseorang yang mungkin berusaha dengan keras ia jaga.



Tak perlulah kita merecoki hati dan pikirannya, yang mungkin sudah sangat sibuk dengan banyak hal.

Tak perlulah kita memberi harapan2 kosong padanya, karena tak ada seorangpun yang tau siapa yang ditakdirkan untuknya.



Dan belum lagi rentetan2nya yang mungkin terjadi, bukankah terjadinya zina itu -na’udzubillah- mulanya berasal dari hal2 yang dianggap sepele. Kalaupun tidak sampai separah itu, siapa yang bisa menjamin tidak akan timbul “zina2 kecil” lainnya –zina mata misalnya-.



Dan dosa2 lain yang mungkin timbul karenanya, -khalwat terselubung misalnya-.



Dan yang pasti, segala yang dinikmati sebelum waktunya tidak akan terasa nikmat.



Yang diganggupun harus tegas. Waspadai pria2 penebar pesona -bagaimanapun bentuknya- pembuat GeeR kaum hawa. Kalau perlu kampanyekan program GOMBAL WARNING!!!, biar saingan sama slogan global warming sekalian.




Kalaupun terselip “rasa” untuknya, cukuplah cintai ia dalam diam –meminjam istilah seorang kawan-. Seperti Fatimah radhiyallahu anha yang mengagumi sosok Ali radhiyallahu anhu, namun tak pernah ditampakkan dengan ucapan, perbuatan de el el. Yang di kemudian hari, Fatimah radhiyallahu anha menyatakan bahwa di masa lajangnya dia pernah mengagumi seseorang yang tak lain adalah suaminya sendiri. Hmm, so sweet ^^.



Lagipula, apa yang ditulis untuk kita pasti akan sampai pada kita, begitupun sebaliknya apa yang tidak ditulis untuk kita tak akan nyasar ke kita, bagaimanapun besarnya usaha kita.



Dan semestinya kita bersikap “jantan”, kalau memang benar suka dan yakin si dia baik untuk kita, lakukan saja hal yang bisa menghalalkan apa yang tadinya haram, lagi2 seperti kisah Ali radhiyallahu anhu yang memberanikan diri datang ”mengajukan diri” pada Rasulullah shalalllahu ‘alaihi wasallam, padahal sebelumnya sudah ada dua “orang besar” – Abu bakar dan Umar radhiyallahu anhum- datang dan ditolak. Surprise, ternyata Ali-lah pemenangnya.



Wanitapun tak ada salahnya “mengajukan diri” dengan cara2 yang benar tentu, tak ada cela dalam hal ini. Atau inisiatif wali sendiri yang mencarikan pasangan untuk anaknya, seperti Umar radhiyallahu anhu yang mencarikan suami untuk anaknya hafshah radhiyallahu anha yang menjanda ketika itu.



Hmm, saya tutup saja dengan kata2 dari seorang teman:

“Muhasabah cinta: Tak pernah dia Dia perbolehkan cinta kita bersemi sebelum waktunya. Maka, tak perlulah berharap dan memberi harapan pada dia yang belum tentu Dia takdirkan untuk kita. Allah bukan tak punya alasan mengapa hati kita harus terjaga dari cinta sebelum waktunya. Karena Dia tak ingin kita berdosa, kecewa dan terluka. Adakah kita menyadarinya?”



Allahu a’lam, semoga bermanfaat ^^

INDAHNYA MENDIDIK

Kalau kata pepatah, mendidik anak2 bagi mengukir diatas batu, memang sulit tapi hasilnya akan membekas dan terbawa sampai dia besar .



Meskipun susah, butuh kesabaran memang. Ada kalanya mereka trlihat malas atau tak mendengar perkataan kita, tapi ternyata apa yang kita ajarkan terekam dalam memori mereka.



Dan mendidik juga bermanfaat secara langsung bagi si pendidik, ada kalanya ketika dia khilaf, “anak didik”nya akan menjadi orang pertama yang menegurnya. Sehingga dia tidak terlena oleh kesalahannya akibat ketiadaan si penegur.

Seperti cerita seorang teman, -yah disini saya hanya menceritakan-



Ketika dia masuk kelas dan karena suatu hal dia tidak memakai kaos kaki, langsung ditegur murid2 (yang masih duduk di bangku kelas 2 SD) dengan hadits –kalau tidak salah- (bahasa arab plus artinya) yang kira2 artinya: “sesungguhnya kita dilarang menampakkan aurot kita”. Dan saya hanya bisa berucap subhanallah ^^



Juga kisah seorang kakak yang selalu mengajarkan adik sepupunya yang baru berusia 3 tahun untuk selalu mengucapkan “bismillah” sebelum makan dan mimun. Dan ketika si kakak menyeruput susunya tanpa terdengar olehnya ucapan “bismillah, langsung ditegurnya: “baca bismillah yang keras, baca yang baik”. He3, hanya bisa tersenyum.



Mari mendidik!!

Allahu a’lam, semoga bermanfaat