Kamis, 25 Agustus 2011

PELAJARAN MORAL DARI SEBUAH TAS




Pelajaran moral –meminjam istilah Andrea hirata- yang ku dapat hari kemarin, ketika hendak membeli tas yang sudah kutaksir dan sudah kuincar, tapi ketika ku datangi lagi ternyata sudah habis, adalah:

- Kesempatan memang tak selalu datang 2 kali
Mungkin pernah atau bahkan sering kita mengalami, ketika kita punya waktu luang dan kesempatan untuk melakukan sesuatu, seringkali kita menyia-nyiakan hal itu dan berdalih “lain kali saja lah“. Padahal bisa jadi kesempatan itu tidak pernah datang lagi, yang ujung2nya hanya penyesalan yang tersisa. Hingga kita hanya bisa berkata “Apa daya nasi sudah menjadi bubur“, seperti kata pepatah.

Jadi jika kesempatan itu masih terbuka lebar, lakukanlah, kejarlah apa yang ingin kau gapai. Jangan tunda besok apa yang bisa dilakukan hari ini.
Seperti kata sebuah hadits untuk memanfaatkan 5 perkara sebelum datang 5 perkara; masa muda sebelum tua, masa sehat sebelum sakit, masa kaya sebelum miskin, masa luang sebelum sibuk, dan hidup sebelum mati.

Mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini mirip2 dengan menunda-nunda kali ya? Dan sikap ini sangat berbahaya apalagi jika menunda2 untuk melakukan kebaikan, menunda2 untuk meninggalkan maksiat yang sudah mendarah daging, menunda2 tobat dst. Karena kita memang tak tahu kapan kita mati, tak ada yang bisa menjamin kita masih bisa bernafas bulan depan, minggu sepan, besok, atau bahkan beberapa detik ke depan untuk sejenak memperbaiki apa2 yang perlu diperbaiki.

Saya teringat sebuah statement dari “tetanggaku idolaku“ dulu. Kurang lebih begini intinya: Jangan sampai niat kita untuk berubah menjadi lebih baik hanya sekedar niat tanpa realisasi, karena kita tak tahu kapan nyawa kita dicabut. Cukuplah kisah Abu Thalib menjadi pelajaran, paman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sekaligus orang yang selalu mendukung dan melindungi dakwah beliau, yang yakin akan kebenaran Islam, tapi hanya 1 kekurangannya, dia tak mau bersyahadat hingga akhir hayatnya, dan dia tetap mati dalam keadaan kafir.

- Kalau bukan rejeki kita tak akan kita dapat, bagaimanapun usaha kita.
Apapun jenis rejeki itu, mau harta, benda atau mungkin jodoh. Misalnya saja, kita sangat berminat untuk makan mie ayam yang dijual seorang penjual keliling, uang ada, waktu ada tapi selalu saja gagal untuk mendapatkannya, entah penjualnya ga jualan atau orangnya jualan tapi kita tak tau (he3, ini kisah saya sendiri).

Karena apa yang ditulis untukmu pasti sampai padamu dan apa yang tidak ditulis untukmu tidak akan nyasar ke kamu. Maka tugas kita hanya berikhtiar sungguh2 dengan cara yang benar, cara yang halal, dan setelah itu kita tawakal pasrahkan hasilnya hanya pada Allah, apapun hasilnya itulah yang terbaik buat kita. Suka atau tidak suka, karena tidak selalu apa yang kita suka itu baik buat kita juga sebaliknya.
Allahu a’lam
100711

Tidak ada komentar:

Posting Komentar