Jumat, 26 Agustus 2011

BELAJAR OTODIDAK, EMANG BISA?


Belajar secara otodidak (belajar sendiri tanpa guru) memang bisa dilakukan dalam beberapa hal, belajar menulis, belajar masak de el el namun tentu tak boleh digunakan dalam bidang ilmu yang sangat “urgent” semisal ilmlu kedokteran, tentu tidak dibenarkan seseorang mempelajari ilmu kedokteran secara otodidak, membaca buku sendiri dipahami sendiri, dan tiba2 membuka praktek, hampir bisa dipastikan akan terjadi mal praktek, bisa2 mati semua pasiennya.

Thus, apalagi ilmu agama, taruhannya bukan sekedar hidup atau mati, tapi surga atau neraka. Karena itu belajar agama tak boleh hanya dari buku, karena nanti dia akan memahami dengan akalnya sendiri dan sangat rentan digelincirkan setan.

Jadi mau tidak mau, tidak bisa belajar agama secara otodidak, harus lewat guru. Itupun tidak sembarang guru, tapi guru yang benar pemahaman agamanya, memahami quran dan sunnah sesuai pemahaman salafush shalih. Dan sanad (mata rantai) nya sampai pada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan inilah salah satu keistimewaan agama ini yang tidak ditemukan pada agama lain.

Tidak boleh belajar pada ahlu bidah, karena meskipun ada perkataannya yang benar, secara halus pemahaman bidahnya akan disisipkan, dan tanpa sadar tau2 si murid sudah terkontaminasi pemikirannya. Memang benar ada hadits yang menyuruh untuk menerima kebenaran darimanapun datangnya, bahkan dari setan sekalipun. Tapi bukan dalam belajar agama.

Karena bagaimana ilmu kita dilihat dari siapa kita mengambilnya. Tak ada tawar menawar dalam hal ini, sudah harga mati. Hanya kita ambil dari sumber yang benar, caranya tak lain adalah dengan mendatangi ta’lim2 / pengajian di masjid (tempat yang mulai lupa untuk dimakmurkan dengan ta’lim dan kegiatan semisal, yang marak hanya berlomba2 untuk memperindah bangunannya saja tak lebih, dan inilah salah satu tanda kiamat , kalaupun dimakmurkan dengan acara2 bidah yang tidak ada tuntunannya)

Yang bisa dijadikan rujukan untuk belajar –baca: ustadz- pun tidak sembarang orang, ibarat seorang dokter dia harus lulus s1 kedokteran dulu, dan mengambil spesialis jika dia memilih spesifikasi tertentu, baru kemudian boleh membuka praktek. Begitupun ustadz, dia harus belajar terlebih dulu pada pakarnya sebelum membuka ta’lim, bukan asal bisa bisa bahasa arab langsung jadi ustadz. Bukan pula artis yang tiba2 jadi ustadz dadakan, penyanyi jadi ustadz, atau bahkan pelawak jadi ustadz, atau yang jadi ustadz ngetop dadakan setelah mengupload video lawakan ceramahnya via youtube, hmm, memang sekarang jaman youtube ya?

Menyampaikan ilmu pun dengan cara yang benar, bukan dengan musik atau menjadikan agama ini sebagai bahan lawakan. Atau bahkan dai yang mengajak kepada bidah, bahkan bidah dalam hal akidah. Tapi memang begitulah dai-dai su’ (buruk).

Maraknya kajian2 di tv juga perlu dikritisi, tidak bisa diterima begitu saja. Dari yang berdakwah dengan cara salah semacam kajian diiringi musik atau yang menjadikan ceramahnya sebagai bahan lawakan. Seperti seorang ustadzah yang ceramah sambil nyanyi –lagunya band2 yang lagi in tentunya-, ustadz yang ceramah sambil ngelawak apa ngelawak sambil ceramah ya? atau ustadz yang berduet dengan pelawak dalam ceramahnya, campur baur dengan wanita bukan mahram, nyambi berprofesi sebagai penyanyi, bahkan sekalian istrinya jadi penyanyi (dengan musik islami, emangnya ada?)

Atau yang dengan cara ta’lim seperti sewajarnya seperti biasa, namun sarat bidah, sebut saja diantaranya seorang ustadz yang dikenal dengan “dzikir jamaah“nya (dzikir salah satu bentuk ibadah, namun dilakukan dengan cara yang salah, dengan berjamaah -bidah yang dilakukan sepeninggal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan langsung diingkari oleh para sahabat-). Atau juga seorang ustadz –yang saya dengar sendiri- yang meyatakan adanya bidah hasanah, padahal semua bidah itu dholalah, apa kita tidak percaya pada Rasulullah dengan kemudian menambah2i agama ini dengan apa2 yang tidak beliau ajarkan? memang ada yang hasanah, tapi bukan bidah melainkan sunnah, sunnah hasanah. Atau juga ustadzah yang membolehkan kumpulan ibu2 bernyanyi (baca: shalawatan bidah dalam bentuk nyanyian yang diiringi alat musik tentunya) di acara2 keagamaan, juga membolehkan pasutri untuk menonton video “panas“, “asal tidak berlebihan“ katanya.

Atau juga mereka2 yang ditokohkan, bergelar doktor, kyai dsb, tapi menyebarkan pemahaman yang menyesatkan. Sebut saja seorang doktor yang sangat tersohor di negeri ini, yang bahkan satu2nya orang Indonesia yang punya kitab tafsir. Tapi mengatakan bahwa jilbab bukanlah suatu kewajiban, jilbab tak lebih dari sekedar budaya arab, anaknya sendiri pun tidak berjilbab.

Juga seorang kyai kenamaan, yang menyebarkan pemahaman pluralisme (semua agama benar), yang bahkan diberi gelar bapak pluralisme oleh presiden kita, mengatakan Al Qur’an itu kitab suci paling porno, de el el. Dan antek2nya, mereka2 yang biasanya bergelar akademis tinggi dan memegang posisi penting di kampus2 Islam, yang wajahnya sering nongol di siaran berita di TV dan dijadikan narasumber tentang wacana2 keagamaan. Sebut saja diantaranya adalah; pemilik bibir sumbing yang hampir mati kena bom buku, beberapa rektor di kampus Islam, dan mereka2 yang diberi gelar “cendekiawan“ (saya sendiri bingung, bagaimana bisa orang2 model gitu diberi gelar demikian)

Atau seorang yang menyebarkan pemahaman sesatnya –tentang letak dzat Allah- lewat pelatihan shalat khusyuknya.

Selektif, benar2 harus selektif memilih guru untuk diambil ilmunya. Semoga kita semua diberi hidayah untuk bisa mengambil ilmu dien dari sumber yang benar dan kemudian istiqomah untuk mengamalkan dan mendakwahkannya, sampai mati, sampai husnul khatimah, sampai menginjakkan kaki di jannahNya, Amin.

Carilah pengajian2 yang “benar” di kotamu, tapi mungkin memang tidak di semua pelosok nusantara ini bisa ditemukan penngajian2 semacam itu. Masih banyak pengajian2 yang terkontaminasi bidah.

Nah bagi yang belum menemukan kajian di kotanya, saya rasa ini bisa dijadikan alternatif, dengarkan rekaman kajian dalam bentuk audio di www.kajian.net insyaAllah narasumbernya bisa dipertanggungjawabkan. Yah daripada dengerin musik, udah buang waktu, dosa pula.
Untuk bentuk video bisa dilihat di www.yufid.tv

Allahu a’lam, semoga bermanfaat.
110711



Tidak ada komentar:

Posting Komentar