oleh Lif Syifa pada 10 Oktober 2011 jam 22:12
Sekedar ingin berbagi tentang “warna-warni” anak-anak didikku, para laskar lebah. Mengapa lebah? karena lebah adalah makhluk yang mengajarkan filosofi hidup yang indah, memakan hanya yang baik2 –sari bunga, itupun tidak asal bunga- dan mengeluarkan yang baik pula –madu-, tahu balas budi –menyerbukkan bunga2 yang dia ambil sarinya-, juga menebarkan manfaat bagi makhluk2 disekitarnya –manusia salah satunya-. Dan aku berharap anak-anakku bisa mengambil filosofi itu.
Anak-anak yang polos, apa adanya dan masih bersih. Merekalah aset berharga jika disepuh dengan benar, oleh orang yag tepat. Aku seperti melihat serpihan2 diriku ada pada mereka.
Anak-anak kelas 2 Habasyah, inilah mereka:
Ihsan si si gendut n temperamen; lantang suaranya sangat cocok disuruh menertibkan teman2nya untuk memimpin doa dan baris berbaris, cocok menjadi pemimpin walaupun sepertinya ia akan memimpin secara otoriter dan dengan cara militer, emosional memang jika marah suka berteriak dan memukul. Namun suatu ketika aku bertanya tentang cita2, rupanya ia ingin menjadi ustadz, karena itu ketika ia mulai temperamen ku katakan padanya “katanya mau jadi ustadz, ga boleh pukul temannya”. (dari sisi emosionalnya dia seperti aku, walaupun caraku mengekspresikan tak sama)
Nabila si cerewet dan hiperaktif; cerewetnya minta ampun, kalau sudah bicara ga ada titik koma dan sangat panjang. Sangat hiperaktif kayak cacing kepanasan, sukanya nggelibet dan sangat suka tampil. Juga cengeng; gampang menangis tapi cepat redanya, walaupun juga cerdas terutama masalah mengaji en hafalan surat serta doa2. Nakal tapi manja. (tadinya aku berpikir anak yang nakal itu tidak manja dan suka menangis, ternyata sebaliknya, justru anak2 yang pendiam atau standar2 malah yang jarang atau bahkan tak pernah menangis di sekolah)
Mukhlis si pemalu; disuruh memimpin doa saja tidak pernah mau, padahal teman-temannya seringkali berebut jika tak ditunjuk. Jika diibaratkan pria dewasa, dia adalah pria tampan yang pemalu namun cerdas. Tapi juga masih cengeng, kalau sudah nangis bisa seharian –lebih tepatnya setengah hari- ga berhenti.
Aji si proporsional; cerdas (baik akademik maupun agama), kritis; suka bertanya dan rasa ingin tahunya tinggi terutama masalah2 agama, berani tampil, juga cakap berbicara.
Abid si mr R; tak bisa melafalkan huruf R dengan jelas, ditambah suaranya yang pelan hingga ketika berbicara suaranya terdengar lucu. (he3, akupun tak bisa melafalkan huruf itu dengan jelas). Melihat sorot matanya pun membuatku merasa iba, dan memang dia sering dijadikan kalah2an oleh ihsan.
Shinta; si cerdas yang tak terlalu menonjolkan diri, lucu rambutnya seringkali menyembul dari balik jilbabnya dan suka memakai gelang warna-warni, ditambah lagi kalau tersenyum –karena memang dia murah senyum- gigi2nya yang tak lagi utuh karena karies gigi berebut menampakkan diri.
Devina si pendiam; tak banyak bicara dan tak banyak tingkah.
Lutfia si lamban; suaranya sangat pelan, tubuhnya juga ringkih tidak seenerjik teman-temannya, juga lamban. Menatap matanya membuat ku merasa iba. (dari sisi ketidak energikannya, aku seperti melihat sepotong diriku padanya)
Afi si cerewet; 11 12 lah dengan nabila, kalau bicara medok banget dan mimik wajahnya lucu ketika bercerita karena bibirnya sampai monyong-monyong kalau bercerita. Juga cukup cengeng, jika bertengkar dengan temannya ujung-ujungnya nangis.
Wahyu si lucu, wajahnya benar2 polos khas anak2, pipinya tembem, kalau berbicara mimiknya lucu, dan masih sering ingusan. (pertama melihatnya saya pikir dia agak “kurang cerdas”, ternyata tidak). Kalau sudah menangis –misalnya ketika diejek temannya saat dia BAB di celana- maka dia akan ngambek dan susah sekali didiamkan.
Mauas, jika sudah dibuat jengkel temannya muncul sifat ngambeknya, hingga dia akan memunculkan aksi manyunnyaj sambil matanya memicing melihat orang yang membuatnya jengkel. Sebenarnya mauas itu adalah singkatan dari namanya yang panjang bak kereta api, nama panjangnya adalah Muhammad Abu Bakar Umar Usman Ali Abdus Salam.
Faiz sosok yang sedang2 saja menurutku, tidak terlalu nakal dan tidak terlalu pendiam.
Ian sosok yang paling bongsor di kelas, karena memang dia sempat tidak naik kelas, kalau lagi ga mood bisa2 dia hanya akan menulis sebaris dua baris.
Deva anak baru pindahan dari sekolah negeri; dalam hal kecepatan menerima pelajaran dia setali tiga uang dengan ian. Mungkin karena background sekolah asalnya, dia tidak begitu familiar dengan doa2 de es be. Dia bahkan belum hafal bacaan sholat sebagaimana teman lainnya, begitu pula dengan mengaji dan hafalan surat pendeknya.
Vickar si medok, asli jawa banget. Dia baru 2 minggu ini masuk, setelah 2 bulan cuti ke jawa. Wajahnya juga lucu apalagi jika dia memulai aksi mangapnya, mulutnya membulat dan tampangnya polos banget. Entah wajahnya seperti tokoh kartun yang mana, atau kalau wajahnya dijadikan kartun pasti lucu. (jika melihat wajah anak2 seringkali aku merasa beberapa dari mereka mirip tokoh2 kartun, ha3 mungkin ini sedikit kesintinganku)
Hikma si kalem, tidak cerewet dan juga tidak pendiam, jika sedang menulis atau mengerjakan tugas mimik mukanya sangat serius sampai berkerut jidatnya (ha3, dari sisi ini dia sepertiku, bahkan salah seorang temanku sampai heran melihat ekspresiku ketika sedang serius mengerjakan sesuatu. Bahkan ketika itu ada yang berceloteh “lihat! Ustadzah serius!!”, ketika aku sedang asyik bernetbookria).
Bagaimanapun adanya mereka, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kurasa mereka semua berpotensi, berpotensi untuk menjadi baik. Dan bukankah memang kita diciptakan berwarna-warni untuk kemudian memanfaatkan potensi masing2 untuk kebaikan? Dan bukankah sejarah mereka belum berakhir? Hingga tak boleh dan tak perlu kita memvonis mereka yang saat ini tampak tak berbakat suatu saat tak akan menjadi sukses, mereka yang saat ini tampak nakal suatu saat tak akan menjadi baik, begitupun sebaliknya. Akupun dulu ketika masih kelas 2 SD –seingatku- aku bahkan belum pandai membaca dan menulis, hingga ketika guruku mencatat di papan tulis, ditambah lagi tulisannya yang bersambung, kuikuti saja tulisan itu dan kuukir di buku tulisku, setiba dirumah ketika ditanya itu tulisan apa dan bagaimana bacanya, aku akan menjawab tak tahu, bodoh sekali ya? Ho3
Melihat dan berkumpul dengan mereka adalah hiburan tersendiri, semoga aku bisa mendidik mereka dengan baik, menjadikan mereka anak-anak yang shaleh-shalehah dan cerdas. Walau terkadang cukup geram juga dibuatnya, apalagi jika mereka mulai berulah; ribut, bertengkar, berkelahi, “baku pukul”, menangis de el el. Butuh kesabaran ekstra memang untuk mendidik mereka.
Namun bahagia sekali rasanya ketika melihat mereka bisa melafalkan doa, bisa berwudhu dengan benar dan sangat antusias jika dijelaskan tentang din ini. Seringkali harus menyamakan frekuensi dengan cara berpikir mereka jika ingin memahamkan mereka, seringkali harus menjadi anak-anak agar bisa menyatu dengan mereka. Walau masih perlu banyak belajar agar bisa benar-benar memahami mereka dan bisa
Aku juga malu pada mereka yang masih kelas 2 tapi hafalan surat pendeknya sudah banyak, mungkin karena mereka masih bersih, untuk membuat mereka hafal satu surat pun tak butuh waktu lama. Berbeda sekali dengan gurunya yang tumpul sekali kalau disuruh menghafal dan mungkin juga faktor banyaknya dosa.
Juga satu hal yang kupelajari dari mereka; bagaimanapun tadinya mereka berkelahi, memukul, atau saling mengejek, tapi setelah itu mereka akan kembali akur seperti tak pernah terjadi apa-apa, tidak ada dendam. Tidak seperti orang dewasa yang sangat suka memendam kesumat, indah sekali jika kita bisa menjadi anak kecil dalam beberapa hal, termasuk dalam hal memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain.
______________________
Kalau ini anak-anak 2 Thoif, kelas sebelah yang juga ku ajar dalam beberapa pelajaran;
Imron; kalau sudah ngambek dia akan diam mematung tak berkedip dan tak mau beranjak dari tempat dia berdiri, aku dan rekanku sempat bingung ketika pertama kali menghadapi aksinya, kami pikir dia kesurupan sampai diruqyah segala dan ga mempan –karena memang dia ga kesurupan, ha3-. Dia juga cerdas dalam hal mengaji dan hafalan doa serta surat2 pendek. Di sela2 waktu senggangnya, ketika teman2nya asyik bermain, beberapa kali aku memergokinya –emangnya maling? He3- sedang membaca Al Qur’an. Dan ketika kudekati dan kukatakan aku ingin mendengarnya mengaji, dia malah berhenti.
Teguh; wajahnya lucu khas anak2 banget, sangat suka melihatnya, kadang masih ingusan dan sangat suka nggelibet –mungkin karena itu pernah temannya berceloteh kalau aku suka padanya, ha3 ada-ada saja- . Dia juga yang pernah menegurku saat kakiku terlihat.
Ariel si bongsor; hingga tadinya ku sempat berfikir dia lebih tua dari teman-temannya.
Abel si cantik dan kalem, juga cerdas.
Fajri wajahnya polos sekali dan ketika dewasa nanti ku pikir dia akan menjadi pria yang tampan, sangat suka ekspresinya ketika sedang serius sampai mangap dan membulat mulutnya dan membulat matanya.
Fidhal sosok yang cerdas juga cakap.
Hira si tembem; pipinya sangat tembem dan wajahnya sangat lucu, cara bicaranya pun masih sangat anak-anak, sifatnya pun lebih kekanakkanakan dibanding teman-temannya. Dia juga seringkali bertengkar dengan teman-temannya. Kalau menulis sangat lamban, tapi ternyata dia cukup cerdas dalam hal hitung2an –asal ga usah nulis soalnya dulu- (hmm, orang yang lamban dalam satu hal, memang tak selalu lamban dalam hal lain)
Dewi si vokal; sangat suka bercerita atau menanggapi hal-hal yang berhubungan dengan apa yang sedang aku jelaskan. Dia tak bisa menyebutkan huruf “s” dengan jelas, dan akan terdengar seperti “ts” atau ﺚ
Andini si kalem, tidak banyak bicara dan tak banyak tingkah, namun juga cukup cerdas.
Nashwa n nashita si kembar yang tidak identik sebenarnya, namun aku masih sering salah membedakan keduanya.
Ola, cukup besar dibanding teman2nya, namun rada lamban.
Dzikra, ekspresinya lucu ketika mengerjakan tugas.
Farid, diwajahnya ada bekas luka –sepertinya- yang tampak seperti tompel (ternyata setelah kuklarifikasi lebih lanjut, itu adalah bekas terkena obat nyamuk bakar, hmm waktu kecil aku juga pernah terkena obat nyamuk bakar), lucu, sosok yang tampak biasa2 saja namun cukup cerdas ternyata.
Kifli sosok yang sedang2 saja.
Akmal si bengal, tak pernah mau disuruh maju memimpin doa.
__________________
Kisah anak2ku yang lain, yang rata2 masih kelas 1;
Meskipun setingkat, namun mereka berbeda2 tingkat kedewasaannya (dan ternyata orang dewasa pun demikian, orang yang lebih tua belum tentu lebih dewasa, seperti kata orang: menjadi tua itu pasti, tapi menjadi dewasa belum tentu) ada yang sudah “ngerti” bisa disuruh mengerjakan tugas de es be, ada yang masih “sangat anak2” hingga perlu perhatian lebih agar mereka tidak kabur ketika sibuk mengurusi yang lain.
Ada yang ketika mengaji saat dia sedang berusaha mengingat2 huruf yang dibaca atau lupa, dia akan berekspresi sangat lucu, tangannya akan bergerak2 ga jelas atau memukul2 bukunya.
Ada yang sangat kesusahan mengucapkan suatu huruf, dan ekspresinya jadi lucu ketika sedang bersusah payah berusaha mengucapkan huruf itu.
Ada yang suaranya sangat pelan, hingga aku harus memasang telingaku baik2 ketika giliran dia membaca. Juga masih berjiwa TK, kabarnya dia sering keluyuran pada jam pelajaran untuk menangkap kodok. Ketika aku “ngetes” bertanya tentang perburuan kodoknya, dia tampak sangat antusias.
Ada yang rada tulalit walau badannya sangat bongsor.
Ada yang wajahnya lucu, pipinya tembem dan di pinggir bibirnya selalu nampak seperti orang “berengen” walaupun tidak sebenarnya. Namun juga cukup cerdas dan dewasa.
Ada yang ketika mengaji lancar2 saja, bisa mengucapkan huruf dengan benar tanpa bersusah payah.
Ada yang wajahnya lucu sekaligus melas.
_________________
De el el deh, udah puanjang banget, hmm mungkin lain kali ku sambung lagi.
Love U all deh ^^b
Moga jadi anak sholeh sholehah
Belum nikah aja udah punya anak segini banyak, he3
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar