oleh Lif Syifa pada 2 November 2011 jam 8:29
“Tembok pun dapat berbicara”, ku rasa penggalan peribahasa itu tidaklah berlebihan. Dari pengamatanku memang demikianlah adanya –tentu yang kumaksud bukan temboknya bisa bicara beneran-.
Misalnya saja dari pengalamanmu atau orang lain, ketika kau berkeluh kesah pada seorang temanmu, mengghibah atau sekedar celetukan2 tanpa makna, bukan tidak mungkin suatu saat –bahkan segera setelah kau berlalu dari hadapannya- temanmu akan membeberkannya pada orang lain, dengan atau tanpa disadarinya. Terlebih jika temanmu adalah orang yang gemar “bersiul”. Dan ketika pembicaraan itu sampai pada orang ke3 pun, masih sangat mungkin “kabar” itu akan berlanjut ke orang ke 4, 5, 6 dst, hingga jadilah ia “kabar berantai”.
Apalagi jika sudah berantai dari orang ke 2 ke orang ke 3 dst, sangat mungkin ada tambahan “bumbu2 penguat rasa” dengan ataupun tanpa disengaja. Contoh mudahnya saja jika kau pernah melakukan permainan bisik2 berantai, dari orang pertama sampai ke2 mungkin kalimatnya masih sama, tapi jika sudah berlanjut sampai orang ke 4 dst biasanya akan berbeda bukan?
Dan tiba2 kau mendapati dirimu terkaget2 ketika rahasiamu akhirnya menjadi rahasia umum.
Apalagi jika “curhatmu” menyangkut orang lain, maka akan menjadikan keadaaan yang tak nyaman antara kau dan dia, bisa jadi menimbulkan salah paham, atau jika sebelumnya hubunganmu sudah tak baik bisa2 tambah runyam.
Itu jika curhatmu kau dilakukan pada 1 orang, maka bagaiman pula jika keluh kesah atau ghibah itu dilakukan dalam bentuk forum curhat bebas di forum umum dan terbuka semacam FB?
Kegemaran berkeluh kesah pada manusia pun bukanlah suatu hal yang baik, karena seringkali didalamnya kita mengadukan takdir Allah pada kita, yang secara tidak langsung menunjukkan ketidak-ridho-an kita akan takdir itu. Saya jadi teringat sebuah kalimat bijak dari seorang salafus sholeh –saya lupa orangnyna-, yang begini kurang lebih bunyinya: “orang bodoh adalah orang yang mengadukan Allah pada manusia, sedangkan orang bijak adalah orang yang mengadukan manusia pada Allah”
Yuk curhat pada Allah!! Sebab manusia ada kalanya bosan jika terus menerus kita curhati (curhat yang tidak mengandung unsur2 buruk tentu), kalaupun perlu curhat mari selektif memilih objek yang kita jadikan “tempat sampah” (baca: tempat curhat).
Jika kita dalam posisi “tempat sampah”, kita pun harus benar2 bisa menjaga rahasia si “klien”, bahkan pun tanpa ada instruksi darinya untuk menjaganya, sebab memang tidak semua hal yang kita tahu atau dengar perlu untuk diceritakan. Seperti sebuah perkataan bahwa orang yang tak bisa menjaga rahasia adalah budak, sebaliknya yang bisa menjaga rahasia adalah orang merdeka.
Memang benar bahwa perkataan seseorang itu mencerminkan siapa dirinya. Seperti filosofi sebuah teko dia hanya akan menuangkan apa yang ada di dalamnya, jika dia berisi susu maka diapun hanya akan menuangkan susu, tidak mungkin teh.
Hingga untuk bisa mengenali seseorang, tak perlu kau bersusah payah mencari tahu kesana kemari, cukuplah kau kumpulkan tiap serpihan kata2nya, dengan begitu tampaklah wujudnya secara utuh, siapa dia, orang macam apa dia de el el.
Karena itu kita harus menjaga lisan kita dari mengucapkan hal2 tak berguna apalagi perkataan buruk. Apalagi ada 2 makhluk yang selalu mencatat setiap perbuatan, termasuk perkataan kita. Coba kita bayangkan jika ada yang merekam semua perkataan kita, tentu kita akan berusaha sebisa mungkin untuk berkata hanya yang baik2, apalagi jika rekaman itu akan diputar ulang di kemudian hari dimana hari itu seluruh orang akan turut menyaksikannya.
Allahu a’lam. Semoga saya menjadi orang yang pandai menasehati diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar