Rabu, 30 November 2011

MENGENDUS BAU

oleh Lif Syifa pada 10 Oktober 2011 jam 21:09

Alhamdulillah meskipun hanya beberapa –lebih dari 1 sudah bisa disebut beberapa kan? Meski hanya 2- orang (yang aku tahu), setidaknya ada yang mengendus juga “bau”ku sebenarnya. Walaupun aku tidak pernah menproklamirkan pada mereka, apalah artinya pengakuan, yang hanya sekedar pengakuan tanpa bukti. Salah seorang narasumber menyatakan dia bisa mengendus “bau”ku karena memperhatikan gerak-gerikku, wah berasa dimata-matai nih. Bahkan narasumber lain, tanpa basa-basi langsung main tuding.



Yah, memang perlu penciuman yang tajam agar bisa mengendus dengan benar “bau” seseorang, juga kacamata yang jernih agar tidak salah menilai karena seringkali orang tertipu oleh kemasan atau packaging, padahal tidak selalu kemasan mewakili substansi sebenarnya.



Sebagai contoh saja, jika dulu anda adalah preman, namun sekarang sudah bertaubat dengan taubat nasuha. Tentu anda tidak akan suka jika masih ada yang mengendus “bau” preman pada tubuh anda.



Atau misalnya (hanya contoh, tanpa ada maksud rasisme) anda berasal dari suku jawa, tentu anda pun merasa kurang nyaman jika orang2 mengendus anda sebagai orang papua hanya karena anda berkulit gelap dan tinggal di lingkungan serta berteman dengan orang2 Papua.



Contoh konkretnya; kisah seorang kakak yang diberi buku oleh adiknya, mungkin karena hanya melihat sampulnya sekilas, dia pun buru2 menyimpulkan, kira2 begini dialognya “mambu2 ***** iki (dia menyebut sebuah manhaj)”. Padahal dia salah mengendus tuh.

240911



NB: mungkin aku yang terlalu naif menyangka tak banyak yang mencium, sepertinya memang “bau”ku sudah sedemikian menyengat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar