Kamis, 01 Desember 2011

About TEACHER and CHILDREN WORLD (LASKAR LEBAH PART 2)

oleh Lif Syifa pada 6 November 2011 jam 21:03

Frase "children world" ini sebenarnya nyontek dari seorang teman, karena keren aja menurutku, he3. Boleh ya?



-Children-

Hmm, ingin kembali menceritakan mereka.



Mukhlis si pemaluMukhlis yang sebelumnya tak pernah mau memimpin doa bahkan suatu ketika dia sampai mau menangis ketika terus kudesak, ketika kuterapkan metode bergilir hingga semua siswa kebagian maju, ketika tiba gilirannya dia mau maju dengan suka rela, tanpa perlu dibujuk atau dipaksa. Namun dia masih belum bersedia menjadi imam sholat, sepertinya perlu juga diterapkan metode ini. (Ternyata setelah digilir pun, dia tetap tak mau menjadi imam, sampai menangis bahkan)



Wahyu cukup pandai pelajaran berhitung, namun ketika kusuruh mengerjakan soal non hitungan, dia terus mendatangiku minta dibacakan soalnya, dia beralasan kalau membaca sendiri akan lama. Ketika kutanyakan jangan2 dia belum bisa membaca, kemudian ku tes ternyata dia bisa tapi memang lama seperti katanya.



wahyu si muka bayiO ya waktu itu aku sudah pernah bercerita bahwa wajah si wahyu lucu bukan? Dan hari itu (261011) ada seorang anak yang meledeknya dengan menyebut wajahnya seperti bayi, -he3 benar juga ya- dia pun kesal dengan ledekan itu, kukatakan untuk membelanya “bagus to baby face”, namun nampaknya dia tak paham maknanya.



AjiAji, hmm entah dia tertarik sekali mempertanyakan statusku, seingatku sudah 3 kali. Suatu ketika, Aji bertanya “ustadzah sudah ada suaminya?” ku jawab dengan menahan tawa, “belum”. Yang lain menimpali ”berarti ustadzah masih muda”. He3, sederhana sekali cara mereka menarik kesimpulan.



Si Mauas; entahlah, tak pernah terlihat senang jika kupanggil dengan nama aslinya entah itu Abu Bakar, Umar ataupun Usman. Dia lebih ridho jika dipanggil dengan singkatan namanya; mauas.



Mauas dengan jidat kanannya yang hitam karena penghapusMauas yang emang dari sononya udah berkulit gelap, eh oleh seorang guru –yang mungkin karena ribut- mukanya malah dilap pakai penghapus (di sekolah kami memakai white board) alhasil mukanya yang sudah gelap ditambahi lagi dengan goresan hitam, black and black deh. Maksud hati mau memfotonya, apa daya hp yang kualitas kameranya sudah tak bagus pake ditambah2i eror lagi, yah ga dapet gambarnya deh.



BTW, ngomong2, hari ini (311011) banyak anak yang mukanya di make up pakai penghapus, macam2lah rupa mereka lucu2, tapi menurutku mauas lah yang paling lucu.



Hmm, faiz juga cukup lucu udah rambutnya potongan TNI, wajahnya coreng moreng pula, siip deh.



Ihsan si ndut yang temperamenIhsan yang berkulit putih, kontras sekali ketika wajahnya ada coreng moreng hitamnya.



Faiz dengan rambut ala TNInyaOh iya, hari ini ada yang rambutnya baru lo, faiz rambutnya dipotong bak potongan seorang TNI, lain lagi dengan vickar rambutnya dipotong sih tapi cuma bagian bawahnya sementara atasnya tetap panjang jadi mirip batok kelapa.



Kamis lalu (201011) kelasku menang lomba membuat sarapan dengan bahan dasar roti tawar. Perlombaannya dibagi dua; kelas 1-3 membuat sarapan dari roti, kelas 4-6 membuat nasgor. Dan dari total peserta untuk kategori roti tawar sebanyak 7 kelas, kelasku berhasil mendapat juara 2, padahal mereka menghias roti dengan kreasinya sendiri –aku hanya membantu tetek bengeknya -. Roti yang ku pilih untuk dinilai adalah kreasi Shinta dan Deva, Deva membuat roti berbentuk wajah dengan sosis sebagai pelengkap utama. Sedang Shinta menghias roti dengan keju yang dibentuk menyerupai love. Dan hari ini (241011) hadiahnya dibagikan, isinya sosis dan wafer, senang sekali mereka mendapatkannya.



Imron yang gemar dan pandai mengaji, tak hanya senang membaca al quran dari mushafnya, diapun gemar melantunkan surat2 dari al quran, hmm kebiasaan yang sangat baik dan perlu dibudayakan daripada sibuk melantunkan lagu2 “ga nggenah”. Dan kudengar dia adalah salah satu siswa yang mendapat bantuan dari yayasan untuk sekolah gratis di sekolah tempatku mengajar ini, dia berasal dari keluarga kurang mampu (kebanyakan yang bersekolah disini memang dari kalangan menengah ke atas, orang sekelas imron tentu tak mampu membayar sppnya yang lumayan). Ketika ada hal2 yang perlu diberitahukan pada ortu yang kadangkala disampaikan melalui sms, ortunya seringkali tak mendapatkan info itu, bagaimana tidak hp saja beliau tak punya, sebuah benda yang saat ini sudah menjadi barang lumrah. Kala itu ketika dia tak membawa buku cetak karena memang dia tak punya, dan kusuruh membeli, diapun menjawab bahwa dia tak ada uang untuk membeli. Mungkin karena semua hal itu rasanya aku sayang sekali padanya –atau mungkin lebih tepatnya kasihan-. Diapun kerap mengatakan dia selalu bangun sejak dini hari. Dan sebelum ku tau semua itu, sejak kejadian dia dicurigai kesurupan aku mulai “tertarik” padanya.





Fajri yang mata n mulutnya seringkali membulat





Fajri, sosok yang mungil dan raut wajahnya yang innocent dan lucu karena seringkali mata dan mulutnya membulat membentuk huruf O, ditambah lagi caranya memakai tas ransel yang kepanjangan hingga lututnya, tidak tampak seperti anak yang “jago”, tapi ketika dia berkelahi dengan fidhal –aku cukup kaget juga melihat mereka berkelahi, brutal sekali- fidhal sampai menangis dan tampak babak belur dibuatnya, sementara dia tidak tampak terluka sedikitpun dan tampak sangat kuat dan sangar. (hmm, memang seseorang yang tampak ringkih, lemah dan tak meyakinkan belum tentu dia tak jago, begitupun sebaliknya orang yang tampak sangar dan berbadan besar belum tentu jago. Bukankah biasanya yang menjadi superhero, di kehidupan normalnya seringkali tampak lemah, culun, konyol de se be bukan? hingga wajar sosoknya tak pernah dilirik pasangan jenisnya, namun ketika berubah menjadi superhero akan banyak yang tertarik padanya)



Aril anak kelas 1 yang mengaji padaku, ketika mengaji kuperhatikan tangannya seringkali menarik2 kaos kakinya.



Althof, tak bergeming meski teman2nya dah pada kaburAlthof yang masih sangat TK itu ketika mengaji, -biasanya selain membaca mereka juga menulis apa yang mereka baca hari itu- ketika yang lain sibuk berebut agar bisa membaca lebih dulu, dia malah asyik menulis lebih dulu, dan tidak akan mau disuruh membaca sebelum selesai menulis. Dan pernah suatu ketika, sampai semua teman2nya pada kabur dia masih tetap menulis dan tak mau membaca dulu.



Putra si mbemSi putra yang waktu itu kukatakan pinggir bibirnya selalu tampak seperti “berengen”, ternyata memang itu gangguan, entah mungkin sejenis sariawan, dan beberapa kali kulihat pinggir bibirnya berwarna biru semacam tinta yang dipakai untuk stempel, ketika kutanya ternyata itu adalah obat untuk mengobati gangguan di bibirnya itu. Hmm, kalau menurut hipotesisku mungkin itu sejenis kutu air yang biasanya menyerang kaki yang selalu basah, mungkin karena pinggir bibirnya selalu basah kali ya? –kesimpulan yang konyol sekali-



Ada-ada saja tingkah mereka.

Putra, karena sudah naik ke qiroati 2 maka dia harus pindah kelas, namun awalnya dia tak mau pindah, karena malu mungkin. Meski dibujuk, dia tetap tak bergeming.

Lain lagi dengan Sabil, ketika dia sudah harus tashih (tes untuk naik ke qiroati yang lebih tinggi) dia malah menangis, hari berikutnya baru dia mau tashih dengan sukarela.

Akhirnya si Putra mau pindah dengan sukarela ketika ada temannya, si Sabil.

Si Iman yang rajin n pintar, lancar2 saja ketika disuruh tashih dan pindah kelas, tanpa acara merajuk atau menangis.

Hmm, tapi aku jadi tak bisa sering berinteraksi dengan mereka lagi, terutama Putra yang sering kucubiti pipi tembemnya.



-Teacher-

Dari perjalananku beberapa bulan terakhir mencoba menjadi pendidik, aku mulai paham mengapa guru2 –sejak tingkat SD sampai PT- selalu suka pada murid yang pintar. Bagaimana tidak kalau bahasa jawanya “ulang-ulangane ra ngentekno kapur”, terjemahan bebasnya “untuk mengajarinya tidak menghabiskan kapur” hingga tak perlu menghabiskan banyak waktu dan pikiran. Dengan menjelaskan sedikit saja dia akan mengerti, berbeda dengan mereka yang “agak lamban”, harus dijelaskan beberapa kali, dengan beberapa cara, itupun syukur2 kalau akhirnya benar2 bisa paham, kalau masih tetap tak bisa? Hmm, kalau aku harus banyak2 bersabar dan berusaha tetap bertampang “manis” karena yang kuajar adalah orang lain, jika adikku sendiri –seperti dulu ketika sering mengajarinya- mungkin sudah ku omel-omeli habis2an.



Hmm, susah juga jadi guru, tapi yang aku tak habis pikir mengapa ya gaji guru sangat rendah jika dibandingkan dengan profesi lain? mengenaskan sekali pikirku. Padahal objek yang dia garap bukan sekedar benda mati yang jika salah garap masih bisa diulang lagi, tapi manusia yang kalau salah garap bisa2 rusak dan merusak. Dan cerdas saja tak cukup sebagai modal untuk menjadi guru -bahkan menurutku untuk menjadi guru tak perlu sosok yang sangat cerdas, jenius, yang berIQ sangat tinggi- tapi harus bisa mencerdaskan (karena banyak orang cerdas yang tak mampu menularkan kecerdasannya, akibat ketidakmampuannya mentransfer pemahamannya dengan bahasa dan cara yang mudah dipahami orang2 yang tak secerdas dirinya) dan mampu menjadi teladan serta menanamkan nilai2 pada anak didiknya.



Terlebih anak2 sekarang sangat kritis, mereka tidak begitu saja mau menerima ketika kita mulai nyerocos mereka harus begini begitu, tak boleh begini begitu, mereka akan terus bertanya mengapa dan mengapa hingga mereka puas dengan argumen yang kita sodorkan. Mereka pun tak segan2 menyanggah pendapat kita jika dirasa tak sesuai dengan jalan pikiran mereka. -jaman saya dulu seingatku sepertinya murid2 tak seperti ini, jika guru mengatakan A maka murid2 akan taklid begitu saja tanpa berani menyanggah atau bertanya mengapa, mungkin pada jamanku anak2 masih sangat lugu dan bodoh kali ya?-. Mereka tak canggung2 menanggapi dan mengomentari apa2 yang disampaikan gurunya. Bahkan jika suatu ketika gurunya “khilaf” mengucapkan atau berbuat sesuatu yang kurang pas, mereka akan spontan menegur, langsung tanpa basa basi atau ewuh pakewuh (istilah jawa yang juga baru belakangan ini kudapat, yang artinya kurang lebih sungkan).

Hmm, jamannya memang sudah berbeda ya?



(Aku pribadi lebih senang mengajarnya mengalir saja tanpa terikat aturan baku; standar ini itu, program ini itu dan segala aturan administrasi yang tak praktis. Seenaknya sendiri ya? he3)



-School and home-

Ngomong2 tentang guru dan murid, sekalian aja sama tempatnya; sekolah. Dari apa yang kulihat dan kubaca, sekolah2 bernafas Islam juga termasuk pesantren, terkadang –aku tak ingin menggunakan kata “seringkali”- dijadikan semacam tempat karantina bagi anak2 bermasalah dan dijadikan tempat penitipan bagi anak2 yang kurang perhatian. Contoh saja, ketika ada anak yang sangat “nakal”, biasanya orang2 akan berkomentar “masukkan saja ke pesantren”. Begitupun halnya dengan anak2 yang kekurangan perhatian karena kedua ortunya terlalu sibuk, anaknya akan dimasukkan ke sekolah2 islam yang favorit. -Walau tak semua ortu seperti itu-



Dengan begitu mereka berharap anak2nya akan disulap “bim salabim” menjadi anak2 yang manis dan sholeh/ah. Dan seakan2 tanggung jawab ortu untuk mendidik sudah selesai dengan memasukkan mereka ke sekolah2 itu. Hmm, padahal sekolah saja tak cukup, sangat tak cukup bahkan. Seharusnya rumahlah tempat mereka mendapat pendidikan pertama kali, seharusnya ibulah pendidik pertama, yang tak hanya mengenalkan mereka bagaimana cara berjalan namun juga mengenalkan mereka pada agamanya. Rasanya, sudah saatnya kita kembali menjalankan peran kita masing2.



Apalagi jika atmosfer sekolah dan rumah sangat kontras, ketika di sekolah mereka melihat bagaimana guru2 mereka berjilbab rapi lalu dirumah melihat ibunya memakai baju dan celana mini, tentu si anak akan bingung, yang mana yang harus diikutinya. Di satu sisi ortu memilihkan sekolah yang islami, namun di sisi lain tak menciptakan atmosfer rumah dan teladan yang islami, sebuah anomali, bagai berjalan ke dua arah berlawanan secara bersamaan, bisa dipastikan akan jatuh terjengkang.



Sungguh benar bahwa kewajiban ortu pada anak pertama kali adalah memilihkan ibu yang baik. Dari ibu yang baiklah akan mungkin lahir generasi2 yang baik pula, begitupun sebaliknya. Walau tetap hidayah itu dari Allah, sementara kita –sebagai ortu- sekedar berusaha untuk menjadi sebab datangnya hidayah itu.



Allahu a’lam.

1 komentar:

  1. Top Sites Like Online Casinos with Live Dealer Games - Worrione
    Learn how to play online casino games with live dealer games on choegocasino the Internet, plus 바카라 learn how to play kadangpintar slots, blackjack, poker, baccarat,

    BalasHapus