Kamis, 15 Maret 2012

ETIKA HARUS KURELAKAN JARI TELUNJUK KAKIKU (YANG MANIS) BABAK BELUR DEMI SEBUAH AMBISI

090212

Awal mula ceritanya ayahnya lelah karena tiap hari harus mengantar jemputku pulang pergi kerja tiap hari. Hingga akhirnya tanpa kuminta –walaupun sebenarnya aku juga pengen- dibelikanlah aku sepeda motor baru, dengan sedikit subsidi dari tabunganku. Hari jumat aku pulang lebih cepat dari biasanya dan setelah jumatan pergilah kami membeli motor.
Sabtu, ahad, dan senin akupun mulai belajar mengendarai sepeda motor, menggunakan motor ayahku dan di instrukturi oleh beliau. Karena mungkin aku lamban dan belajarnya di lapangan yang jalannya ga mulus, selama tiga hari itu aku masih belajar nyetir, mulanya tanpa dilepas hingga terkadang dilepas tapi masih dipegang dengan 1 tangan, di bagian gasnya.
Hari selasanya aku belajar dengan paklekku di jalanan yang sudah aspal, tepatnya di sisi jalanan menuju airport yang disampingnya membujur danau yang lumayan bagus lah ditambah sepoi2 semilir angin, mataharipun tak bersinar terik kala itu. Tak hanya aku rupanya yang belajar, ada juga beberapa orang yang sedang belajar, di sisi2 jalan orang2 sedang lari sore, juga ada keluarga yang tampaknya sengaja datang untuk menikmati pemandangan danau. Intinya suasananya menyenangkan untuk belajar.
Tak hanya diajari nyetir tapi juga diberi tahu fungsi dan cara menambah n mengurangi gigi –tapi sampai sekarang aku belum paham betul fungsi gigi2 itu dan untuk apa ditambah n dikurangi, tuing2-, menambah n mengurangi gas, tangan tak boleh terlalu tegang, harus rileks de el el. Kami belajar cukup lama mungkin -/+ 1 jam lah, dan selama 1 jam itu aku sudah mengalami banyak kemajuan, mulanya setirnya masih dipegang juga oleh paklekku, kemudian dipegang 1 saja, dan lama2 dilepas keduanya dan aku bisa nyetir sendiri. Tak hanya bisa menjaga keseimbangan ketika menyetir sendiri, aku juga sudah bisa mengendalikan gas –menambah n menguranginya kecepatan-. Sudah banyak kemajuanlah.
Tau ga sih ketika nyetir itu jika kulihat orang berlari atau duduk di pinggir jalan rasanya pengen nabrak aja? –hmm, bener2 sinting-. Lama kami belajar kemudian hp paklekku berbunyi, dan kami berhenti sejenak, ternyata telpon dari ayahku menanyakan keberadaan kami, karena ayahku akan nyusul. Setelah pembicaraan berakhir kami pun menaiki motor lagi, masih akan berbalik arah dan kemudian selesai.
Dan peristiwa itu terjadi. Pertama kali aku yang menaiki motor dan memegang setirnya, kemudian ketika paklekku naik, karena aku tak mampu menjaga keseimbangan langsung ja motornya limbung, beliau pun tak sempat menahan motornya. Karena motornya jatuh ke sebelah kiri, kaki kananku tertindih motor, ketika kucoba menarik kakiku hanya kaos kakiku yang molor sementara kakiku tetap tak bisa terangkat. Ketika motor sudah diangkat baru terasa jari kakiku cenat cenut tapi kupikir hanya luka biasa –memar gt-. Hingga ketika kulihat mulai muncul bercak2 darah di kaos kakiku –sampai disini aku belum percaya kakiku berdarah- baru aku sadar ternyata lukanya cukup lumayan –sampai berdarah segala- en sakitnya jadi makin cenut2. Ketika kaos kakinya dibuka darahnya pun mengucur (baca: menetes,he3) makin terasa sakit.
Hmm, emang penglihatan itu mempengaruhi rasa ya? Mungkin kalau ga melihat darah ga terasa sakit2 banget. Kayak di film2 ketika kepala si aktris terbentur dia tak bereaksi apa2, hingga ketika dipegangnya kepalanya dan dilihatnya berdarah barulah dia pingsan.
Selama perjalanan pulang aku meringis menahan sakit dan berusaha tak menangis. Sesampainya dirumah sudah tak terbendung lagi, menangislah aku. Huhuuhuu
Kenapa ya jika tubuh atau perasaan kita sedang sakit, secara otomatis air mata akan tumpah?
Tenyata ketika tertindih motor itu, jari telunjukku kegencet rem –pinggiran rem kan tajam tuh- jadilah sisi kiri jari telunjukku tersayat –nampaknya lumayan dalam- hingga kulit disekitanya terkelupas dan sisi kanannya memar serta kukunya juga memar dan sedikit berdarah.
Seketika itu juga -saat melihat kakiku itu- aku teringat Mauas, muridku ketika aku sempat mengajar selama 1 semester tahun lalu. Ketika itu kakinya –seingatku juga jari telunjuk kanannya- ketiban kursi hingga berdarah2, hebatnya dia tak menangis hanya meringis menahan sakit. Udah gitu besoknya –apa lusa- kakinya keinjak/kesenggol temannya lagi. En besoknya lagi kakinya kembali ketiban kursi, kali ini yang jadi korban jari lainnya.
Jari telunjukku harus menjadi korban atas ambisiku; bisa mengendarai motor. Tapi aku tak boleh menyerah, aku tetap harus berjuang, semangat!!!. Meski aku terbilang lamban tapi pasti bisa jika bertekad kuat.
Walaupun sementara ini aku masih belum bisa berlatih lagi, kasian jariku kalau ntar kesenggol bisa2 berdarah lagi. Rabu n hari ini –kamis- aku masih harus istirahat dari berlatih, aku juga tak masuk kerja, ho3 –senang sekali rasanya tak pergi kerja-.

Ketika kuliah jika akan bepergian yang agak jauh atau tak kuketahui alamatnya aku biasanya dibonceng kakakku. Ketika sudah lulus dan bekerja, kemana2 dibonceng bapakku –sampai2 ada yang mengira bapakku itu suamiku, aku yang ketuaan atau bapakku yang kemudaan ya?-. Entah kapan aku dibonceng oleh orang lain yang bukan anggota keluargaku namun menjadi mahramku? Sebenarnya aku juga inginnya dilatih naik motor olehnya, namun berhubung dianya tak kunjung muncul, yah aku latihan duluan deh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar