Kamis, 15 Maret 2012

INI HIDUPMU NAK, JALANILAH SESUKAMU!

050111
Kalau hidup itu semudah di film2, di novel2 n cerita2 fiksi lainnya, enak kali y?
(sebenarnya cerita2 dalam film atau novel pun tidak mudah, hanya saja sebagai pembaca yang mengetahui akhir ceritanya happy ending, jadi menilai demikian)
Entahlah mengapa terkadang –kalau tak boleh dikatakan seringkali- keinginan orang tua tak sejalan dengan keinginan anak.

Misalnya saja orang tua sangat berharap anak2nya menjadi orang kantoran yang pergi kerja dengan baju rapi dan keren. Tapi anak2nya malah menginginkan hal lain, anak pertama ingin berwiraswasta –baca: jualan- karena ingin bebas, tak terikat dan tak diperintah. Tentu saja orang tua tak sepakat, selain pekerjaannya yang tak jelas prospeknya juga karena ilmu kuliahnya tak terpakai.

Anak kedua yang menjadi kebanggaan karena baru saja menjadi cpns, sebenarnya pun tak menyukai pekerjaannya, hanya saja ia ta mampu mengutarakan keinginannya. Kalau disuruh memilih dia lebih senang pekerjaannya sebelumnya, menjadi guru yang gajinya boleh dibilang memperihatinkan, tapi dia senang hingga baginya dia tak sedang bekerja melainkan sedang bermain. Walau keinginan terbesarnya setelah menikah adalah menjadi ibu rumah tangga, pekerjaan yang tentu sangat tidak keren menurut orang2.

Anak pertama setidaknya lebih beruntung, bisa menjalani hidupnya seperti kemauannya walau selalu ditentang, anak kedua bahkan tak mampu hanya sekedar menyuarakan isi hatinya. Tak bisa dibayangkan bagaimana reaksi ortunya jika dia benar2 memperjuangkan keinginannya. Ortunya begitu bangga dengan statusnya sekarang, terlebih dialah satu2nya yang menyandang status itu dari orang2 sekampungnya yang tinggal di kota kecil tempatnya merantau sekarang.

Dan wajar sebenarnya, karena memang keluarga ini adalah keluarga dari kalangan menengah kebawah, sehingga begitu membanggakan jika anak2nya menjadi lulusan kuliahan dan menjadi pegawai. Menjadi orang yang memiliki kedudukan terpandang, hidupnya mapan, berkecukupan, hingga tidak perlu bersusah payah hanya untuk sekedar mendapatkan sesuap nasi.

Tapi, sekali lagi tapi, kemauan ortu tak sejalan dengan keinginan anak.
Kita beralih dulu ke adegan sebuah film (diadaptasi);

Latar tempat: kampus
Sahabat si anak berkata;
“jika kita menyukai suatu pekerjaan, maka bekerja akan terasa bermain.”
“bekerjalah sesuai keinginanmu”
“kamu hanya tinggal 1 langkah lagi, katakan pada orang tuamu tentang keinginanmu dan buat mereka yakin”

Latar tempat: rumah.
Dan ketika si anak mencoba meyakinkan ortunya, walau awalnya ditentang namun akhirnya disetujui, dan berkatalah si ayah:
“jadilah apa yang kau suka Nak”
“ini hidupmu, jalanilah sesukamu”
Dan film berakhir dengan happy ending, ortu dan anak bisa saling memahami.
Dan TAMAT.

Tapi, ini bukan film, ini kisah nyata, dan lagi2 –entah untuk keberapa kalinya- si anak harus menyerah dan menjadi sesuai keinginan ortunya.

Aah, mungkin karena si anak memang tak punya nyali, terlalu takut walau hanya sekedar berbicara. Hingga uneg2nya hanya menjadi bisul di pikirannya.

Ketakutannya bukan tanpa sebab sebenarnya, karena memang pernah beberapa kali dia “melawan” keinginan ortunya, pernah berhasil memang dan pernah juga gagal. Namun pertikaian itu sungguh sangat tidak mengenakkan baginya, terlebih jika dia mau

berulah lagi kali ini, sepertinya pertikaiannya akan lebih sengit dari sebelum2nya.
Biarlah -pikirnya- kali ini dia menjadi anak penurut untuk menyenangkan hati ortunya, nanti bila dia sudah tak lagi berada di bawah otoritas ortunya dia akan menjadi apa yang dia inginkan, tentunya setelah bertemu seseorang yang bisa memahaminya.
Hmm, semoga saja tak lama lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar