Selasa, 25 Januari 2011

GEJOLAK HATIKU

Aku tidak tahu kepada siapa aku harus bercerita, berbagi tentang semua pertanyan-pertanyaan dan pemberontakan-pemberontakan yang merecoki kepalaku. Terkadang ketika pikiran itu muncul, namun terkadang terlupakan. Namun semua itu tetap tidak bisa hilang dari kepalaku. Mungkin semua ini berawal dari kegemaranku MENGAMATI orang, dan TIDAK BISA MENERIMA begitu saja apa yang disampaikan padaku, dan karena aku tidak suka didoktrin dan diperintah atau dipaksa.
Dulu ketika aku belum berjilbab dengan benar, sebenarnya aku mengakui dan menurut PENGAMATANku mereka yang berjilbab terlihat anggun dan menyejukkan mata, walaupun pikiran itu sering kali timbul dan tenggelam. Kemudian ada statement yang membuatku tidak bisa lagi menunda jilbab, berjilbablah aku, walaupun masih tahap belajar. Ketika itu aku berjilbab pasmina, kaos dan rok, serta kaos kaki pendek. Ketika tidak bersepatu aku lebih suka tidak berkaos kaki. Ketika itu aku berpikir dan punya hujjah, bahwa bukankah yang diwajibkan hanya menurunkan kain kerudung kedada, jadi untuk apa berjilbab terlalu besar? Dan bukankah menurut salah satu Imam, kaki tidak termasuk aurat? Jadi tidak perlulah menutup kaki. Waktu berjalan akupun merasa nyaman dengan apa yang kukenakan. Ketika itu dalil yang ku tahu dan kujadikan hujjah adala surat An Nur ayat 31.
Tapi kemudian aku mulai berpikir lagi, meskipun aku memakai kaos sebesar apapun, tetep aja kainnya nempel, dan menurut PENGAMATANku lagi orang yang berjubah bentuk tubuhnya lebih tetutup daripada yang tidak berjubah. Pikiran ini mulai mengahantui pikiranku. Hingga akhirnya akupun memutuskan untuk berjubah dipadu jilbab segi empat serta kaos kaki panjang. Aku merasa sudah cukup dengan hal ini, walaupun jilbabnya belum terlalu besar dan tidak memakai dalaman jilbab. Aku masih merasa kurang hingga akhirnya kuulurkan jilbabku lebih panjang hingga menutup pinggul dan memakai dalaman jilbab agar tidak transparan. Ketika kuputuskan demikian, sama sekali tidak terpikir dikepalaku akan dalil tentang berjubah, semata-mata hanya berdasar pengamatanku. Jauh hari setelah aku berjubah, aku mendengar kajian dan membaca di artikel tentang dalil berjilbab yaitu surat Al Ahzab 59. Di artikel itu dikatakan jilbab adalah baju kurung yang longgar. Aku bisa saja menerima statement ini, toh aku juga sudah berjubah. Sedang dari kajian itu, di footnote surat itu, jilbab adalah baju kurung yang menutup kepala,WAJAH dan dada. Statement ini yang membuat aku berpikir dan kadang menghantui pikiranku. Sekarang, ketika aku bercerita padamu, aku berada di titik ini, menjadi gadis berjilbab besar dan berjubah. Sudah cukupkah sampai di sini kawan?
Sampai di titik ini, dari PENGAMATANku lagi, aku melihat mereka yang jilbabnya lebih lebar dan tidak berwarna mencolok lebih nyaman dipandang mata, bahkan yang bercadar sekalipun, walau terkadang aku masih merasa agak serem. Dan akupun tak bisa membayangkan bagaimana reaksi orang-orang ketika aku tampil seperti itu. Ditambah dengan dalil yang kusebutkan tadi, walaupun memang banyak pendapat tentang batasan jilbab. Namun, tetap saja dua hal ini: pengamatan dan dalil itu lagi-lagi menghantui pikiranku. Aku takut, jangan-jangan kelak aku benar-benar tidak puas dengan keadaanku sekarang ini, dan kembali memberontak.
O ya selain jilbab, ada 1 lagi yang menjadi bahan pengamatanku ketika itu yaitu JAKET, aku berpikir meskipun berjilbab besar tapi memakai jaket, kok rasanya kurang pas aja gitu pikirku saat itu. Apalagi kalau kain jaketnya nempel, malah membentuk badannya. Namun sepertinya para akhwat di sekelilingku nyaman-nyaman saja dengan hal itu. Dan akhirnya pikiran itu mulai terlupakan. Ternyata ketika aku mendengar di sebuah kajian, ahad lalu dikatakan memakai jaket, jas dsb malah menghalangi fungsi jilbab, dan itu salah. Dan ketika memang darurat harus seperti itu, kita tetap harus merasa salah. Hari seninnya pun ternyata di kajian lain dikatakan hal senada.
Aku tidak menyangka, ternyata pikiran-pikiran hasil pengamatanku semata memang dibahas oleh para ustadz dan ulama mungkin, aku tidak begitu paham
Itu baru masalah tampilan luarku.
Sekarang masalah dakwah dan tetek bengeknya. Dulu awal mula ketika aku mendapat hidayah ketika ada seorang ustadz yang mengisi pengajian dikosku, ketika aku sedang terpuruk-terpuruknya karena patah hati. Lalu kemudian muncul semangatku untuk belajar agama. Bergabunglah aku di LSO kerohanian di fakultasku, tentunya dengan niat belajar agama, tidak ada terpikir di benakku untuk dakwah. Makanan apa itu dakwah? Akupun belum paham. Hari berganti hari, aku masih belum bisa menerima bahwa aku di LSO ini untuk berdakwah, karena memang bukan ini yang aku cari. Lama aku berkutat disini masih dengan kebimbangan dan belum bisanya aku menerima kenyataan aku berada di dunia dakwah. Lambat laun akupun mulai bisa menerima.
LSO ini dibackingi oleh salah satu harakah. Lama aku didoktrin dengan pemikiran harakah ini, namun rasa-rasanya aku tidak benar-benar terdoktrin dan aku tidak bisa sepenuhnya menerima doktrin yang terus-menerus dijejalkan dikepalaku. Kadang aku berpikir, apa pemikiranku yang terlalu liar, sehingga tidak bisa dengan mudah menerima begitu saja? Selalu saja ada yang membuatku tidak setuju, hingga kadang aku berpikir apa jangan-jangan aku terlalu mencari-cari kesalahan dan kekurangan harakah ini?
Dan kini, akhir-akhir ini, aku begitu tertarik dengan kata ”salafi”, kata ini yang kata orang terlalu ekstrem, seram, ga toleran dll. Justru klaim-klaim seperti itu membuatku semakin ingn tahu tentang kata itu. Aku cari buku-buku yang membahas kata ini, aku cari kajian tentang ini, kini akupun mendengar rekaman ceramah-ceramah tentang ini. Hingga aku sedikit paham tentang arti kata ini. Memang benar ”salafi” terkesan keras, tapi memang begitu seharusnya. Yang haq harus kita katakan haq, yang batil harus kita katakan batil. Dan aku semakin tertarik, bukan sekedar ingin tahu, tahu juga ingin menjadi bagiannya. Dan aku merasa inilah yang selama ini aku cari. Aku benar-benar ingin beragama secara kaffah, tidak ada lagi tawar menawar, sesuai tuntunan Rasul dan dengan pemahaman shalafus shaleh.
Semoga saja aku bisa, bimbinglah hamba Ya Rabb. Bimbinglah hamba untuk istiqomah di atas yang haq.
28 maret 2010


NB: Belakangan aku baru tahu, bahwa berjilbab yang benar tidak harus memakai jubah (baju terusan, red), baju potongan (atasan + bawahan) juga bisa, yang penting memenuhi kriteria jilbab syar’i seperti yang dibahas para ulama. Dan mengenai wajah, apakah termasuk aurat? Ternyata juga khilaf di kalangan ulama. (26 januari 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar